Ikutan Google I/O Extended 2017

Jadi ceritanya, di liburan semester kali ini aku harus balik seminggu lebih awal sebelum mulai perkuliahan. Selama seminggu itu, aku ikut ngurusin hewan yang ada di fakultas. Tentunya dengan kegiatan yang itu-itu aja dan berulang aku ngerasa jenuh banget. Kegiatanku selain ngurusin hewan ya paling cuma main handphone, makan, baca buku, dll yang rasanya super monoton. Sampe akhirnya Rabu, 9 Agustus 2017 Maul (salah satu temen sekelasku) ngirim pamflet digital (?) yang isinya aku rasa berkaitan dengan seminar-seminar gitu yang akan digelar di fakultasku. Maul nanya tentang kebenaran pamflet itu.



Waktu aku buka, aku langsung akses link pendaftarannya. Aku buru-buru daftar karena Tari (salah satu temen sekelasku yang juga anak BEM fakultas) membenarkan kalo acara tersebut emang akan digelar di fakultasku, FPP UNDIP. Padahal waktu aku daftar, aku gatau sama sekali itu acara apa, ngapain aja, pembicaranya siapa, bayar berapa or dapet makan apa engga (lol). Satu yang ada di pikiran aku pas daftar : gapapa ikut aja daripada gabut gaada kerjaan di kost. Udah gitu aja.

Abis daftar barulah aku baca-baca lagi pamflet itu. Nama acaranya Google I/O Extended dan akan digelar di tanggal 13 Agustus 2017 yang diadakan oleh GDG Semarang. Hal yang aku tangkep pertama kali yaitu acara tersebut diadain oleh Google dan pasti akan keren. Gak tau kenapa mindset aku saat tau itu acara dari Google langsung kebayang gimana kerennya para creativepreneur atau content creator yang suka aku pantengin kaya Aulion, Han Yoo Ra, Gita Savitri, Ria SW, dll. yang juga pernah dateng ke ‘acaranya’ Google (pedahal acaranya ama yg ini uda jelas beda kwkwk). Tapi itulah yang aku bayangin, apa aja yang dibuat Google kayanya udah pasti keren sih. Acara ini sebenarnya seperti ingin mengenalkan dan mengakrabkan produk-produk baru Google kepada masyarakat luas. Aku juga baru tau belakangan kalo ternyata acara ini terbatas walaupun terbuka untuk umum.

Hari Sabtu, 12 Agustus 2017 aku dapet email dari staff GDG Semarang untuk Google I/O berupa konfirmasi kehadiran. Tentulah aku langsung konfirmasi karena kalo ga hadir kursinya dikasih ke yang lain dan nantinya aku akan susah untuk ikut acara-acaranya GDG yang lain kalau menolak hadir.

nametag yang dikasih sebelum acara dimulai


Hari Minggu, dimana saat acara tersebut digelar. Aku hadir tepat waktu karena penasaran sama apa yang ada di acara itu. Beberapa menit sebelum masuk ruangan, aku baru tau pembicara-pembicara yang hadir di acara tersebut dan setelah aku registrasi lalu masuk ruangan, barulah aku sadar kalau ternyata sebagian besar pesertanya adalah laki-laki. Aku sempet heran sih kenapa bisa banyak banget. Waktu acaranya mulai, materi pertama diisi oleh Manager GDG Semarang yaitu Kak Patrick. Saat itu pula aku baru tau kalau audience kebanyakan dari kalangan programmer, developer dan yang sejenisnya. Pada akhirnya keherananku terhadap banyaknya peserta laki-laki terjawab sudah.



Sebagian besar yang dipaparkan Kak Patrick adalah produk-produk baru Google (yang tentunya keren abis) mulai dari Google Assistant, Google Photos, Google Home, dsb. Aku juga baru tau kalau Google I/O itu konferensi tahunan yang diadain di San Francisco, California. Aku juga baru tau kalo untuk dapet tiket masuk ke Google I/O di California itu ga gampang. Harus antri sama banyak orang (aku lupa jumlah pastinya yang jelas banyak banget nget nget) dan harga tiketnya gak murah. Tahun 2017 ini Google I/O California diadain di bulan Mei. Setelah materi dari Kak Patrick selesai, aku makin percaya kalo Google emang keren banget dan ga main-main kalo bikin sesuatu (yaiyalah).

Pembicara keduanya yaitu Isfhani Gisfath (semoga tulisannya bener, coz susah abis bro namanya kwkw), yang bikin aku terkesan karena dia dan aku sama-sama masih kuliah semester V dan bedanya dia udah jadi CEO di Daeng Indonesia. Keren banget gak sih (sotau bgt). Terus dia itu belajar pemrograman dari kelas 5 SD secara otodidak, cuma ngandelin laptop ayahnya dan warnet yang ada. Menurutku dengan seperti itu, worth it sih dia dapet jabatan sebagai CEO. Dia ngejelasin apa yang udah dijelasin Kak Patrick tapi secara lebih detail gitu sih. Terus dia juga ngasih tau tentang gimana cara kerja atau sistem si produk-produk terbarunya Google itu mulai dari Daydream, Google Home, dsb. Aku juga sedikit lupa materi yang dia sampein karena kecampur-campur sama bahasan pemateri lain di otakku. Ohiya yang aku inget banget, Isfhani itu MacBooknya lucu bangettt, banyak stiker-stikernya gitu deeh (salfok).

Pembicara ketiga yaitu Kak Ariaseta Alam yang gak kalah keren. Kalau aku kira-kira, Kak Arya ini adalah pembicara tercerdas yang hadir di acara ini. Saking cerdas dibidangnya, aku yang materi kuliahnya jauh dari yang beginian harus mikir berkali-kali untuk ngerti apa yang sedang dia sampein Kak Arya. Saat penyampaian materi, beliau bahas tentang coding or apa gatau namanya. Aku yang biasanya ngafalin anatomi hewan, fisiologi hewan, reaksi kimia dalem tubuh hewan, nutrisi hewan, saat itu dipaksa buat paham tentang anatomi pemrograman (?). Mungkin kalo aku jadi youtube, orang-orang udah uninstall aku karena aku buffering kelamaan hehe. Berdasarkan apa yang udah disampein Kak Arya, yang aku paham (walaupun ga seberapa) yaitu dalam membuat suatu aplikasi dulu coding masih harus pake Java, yang panjangnya dan pusingnya kebangetan, sekarang udah ada versi praktisnya yaitu (if I’m not mistaken) Kotlin. Si Kotlin ini keren banget, karena dia bisa mempersingkat kode-kode panjang itu jadi cuma beberapa baris saja. Jadi yang harusnya kalo mau coding di Java panjangnya ampe berbaris-baris, dengan Kotlin kita cuma bikin kodenya itu dalam beberapa baris aja. Mungkin semacem dipersingkat gitu jadi lebih efisien. Beberapa aplikasi yang udah pake Kotlin di Indonesia diantaranya yaitu GoJek, Uber dan yang lainnya. Terus juga Kak Arya ngasih tau tentang password aplikasi-aplikasi yang butuh autentifikasi semacem WhatsApp gitu. Kenapa di WhatsApp gaada password? Karena saat pertama kali sign in dan masukin nomer handphone, WhatsApp akan ngirim SMS berisi kode dimana sebenernya kode tersebut adalah password untuk WhatsApp kita. Gitudeh intinya yang aku dapet. Sisanya, Kak Arya ngajarin caranya dengan praktek langsung gitu pake handphone dan MacBooknya dia dan uda pasti aku ga seperhatian itu karena mataku udah siwer liat huruf-huruf dan angka-angka yang bejejer tapi gabisa dieja. At least, aku masih bisa lah nangkep apa yang dia mau sampein hehe.

Pembicara terakhir ini namanya Kak Janice Kartika atau dipanggil Kak Jennie (kaya blekping kan, keren si mbak). Kak Jennie ini mahasiswa Teknik Elektro UNTAR tapi dia juga udah kerja gitu di BukaLapak. Materi yang disampein Kak Jennie ini gak jauh beda sama yang disampein Kak Arya. Di awal, Kak Jennie cerita kalo rata-rata semua produk barunya Google maupun produk lama tapi diperbaharui, itu udah disisipi API sama Googlenya. Dimana dengan adanya API ini, Google bisa ngakses lebih banyak apa-apa yang ada di dalam handphone kita. Mungkin kalo dibayangin serem juga, gimana Google bisa dengan mudahnya tau apa aja yang ada di handphone kita. Tapi Google nyisipin API bukan tanpa alasan. Dengan semakin canggihnya produk-produk Google ini dibutuhkan juga data pribadi si pemilik handphone supaya aplikasi tersebut lebih akurat. Contohnya kaya di Google Camera dan Google Photo. Dengan aplikasi-aplikasi tersebut, kita bisa ngarahin kamera handphone ke objek apapun dan aplikasi itu akan tau informasi tentang apa yang kita capture tersebut. Nah, aplikasi-aplikasi itu sebelumnya udah disisipin gambar-gambar contoh dari NetView (if I’m not mistaken) sebagai bahan belajar dari Google Camera dan Google Photo. Untuk mempertinggi tingkat akurasi maka dibutuhkanlah data pribadi dalam handphone pengguna, sehingga aplikasi tersebut juga dapat mengenali siapa-siapa saja yang ada di foto tersebut dan bisa langsung mengenalinya. Kemampuan yang super canggih tersebut belum seberapa, karena Google Photos juga akan bisa langsung mengirimkan gambar tersebut kepada si pemilik wajah yang terdeteksi. Sehingga dalam berfoto group (groupie/wefie) tidak perlu lagi dishare lewat berbagai messenger buat ngirimnya. Data-data yang ada itu disimpen di dalem handphone, karena apabila disimpan di penyimpanan pusat pencarian akan lebih sulit serta memakan banyak waktu. Selain itu tingkat akurasi juga kurang. Jadi intinya, agar Google Camera dapat bekerja secara akurat perlu diberikan ‘pelajaran’ berupa gambar-gambar referensi. Sehingga dapat membedakan segala yang tercapture.

Materi selanjutnya dari Kak Jennie yaitu prinsip dan cara kerja dari Google Camera itu sendiri. Disini Kak Jennie ngajarin salah satu teknik dengan menggunakan TensorFlow, yang memungkinkan kita untuk menggabungkan beberapa foto dengan style berbeda serta untuk mengklasifikasi gambar. Cara kerjanya tidak serumit kotlin, tapi juga gak kalah ribet (kalo belum terbiasa). Ohiya, Kak Jennie juga ngasih beberapa link apk yang udah jadi kalau kita mau belajar TensorFlow (nanti aku taro dibawah yaa linknya). Jadi intinya, dengan Google Camera dan Google Photos sekarang kita udah bisa mendeteksi benda apapun yang ingin kita tau beserta segala info yang berkaitan, mengirim foto ke banyak orang tanpa perlu aplikasi, serta menggabungkan foto polos dengan foto ber-style. Udah deh itu semua yang aku dapet dari Kak Jennie.

Dari acara Google I/O ini, aku jadi merenung. Dengan semakin canggihnya teknologi yang ada sekarang, lambat laun pasti akan membuat manusia terlena dan terbiasa hidup dengan ‘robot’. Di suatu segmen saat pembahasan Daydream (VR/AR) dalam hati aku bertanya, kalau Daydream digunain untuk edukasi anak SD apakah yakin anak tersebut akan tidak merasa ketergantungan dengan segala gadget? Karena teknologi yang ada sekarang memungkinkan pengguna melakukan segala hal hanya dengan gadget. Apabila anak tersebut ketergantungan, tentulah sulit untuk memisahkannya lagi. Kelak siapa yang akan terus mengembangkan? Just a little thought sih hehe. Tapi serius deh, suatu hari nanti segala pekerjaan pasti akan bisa dilakuin sama robot. Lalu apa gunanya manusia? hehe.

***

  1.  Style Transfer
  2.  Image Classifier



No comments:

Post a Comment

Instagram